Chapter II Perikanan : Gagasan L I Y A Sebagai Desa Devisa Wakatobi Produsen Rumput Laut

Indonesia dikenal sebagai salah satu negara maritim dengan potensi sumber daya alam yang cukup berlimpah, selain itu kondisi alam indonesia yang dikelilingi samudera menjadikan laut sebagai salah satu potensi yang cukup menjajikan untuk pengembangan usaha perikanan. Saat ini pengelolaan perikana indonesia terus berbenah dengan memaksimalkan potensi sektor budidaya yang berkelanjutan, ramah lingkungan dan memiliki efek pemberdayan masyarakat yang merata. Salah satu wilayah Indonesia tepatnya di Provinsi Sulawesi Tenggara Kabupaten Wakatobi memiliki kondisi geografis yang unik dimana 97% wilayahnya adalah lautan dan hanya menyisahkan 3% daratan. Dengan demikian daerah seperti Wakatobi tentunya memiliki beranekaragam sumber daya perikanan yang potensial untuk dikembangan, diantaranya ikan tuna, jenis ikan pelagis, gurita, teripang, rumput laut dan lain sebagainya.

            Berbicara jauh tentang wakatobi tentu akan sangat erat kaitanya dengan budaya maritim yang ada, tradisi warisan kesultan buton, dan peninggalan sejarah yang selalu memiliki nilai yang absolut dihati user. Dalam tulisan ini kami memberikan batasan pembahasan pada sektor potensi rumput laut dan konsep deklarasi desa devisa dengan dampingan beberapa lembaga negara, khususnya Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI), BEA CUKAI Kementerian Keuangan, Free Trade Agreement (FTA) dan lain sebagainya. Rumput Laut wakatobi telah hadir sejak tahun 70-an atau bahkan lebih dan masyarakat khsusnya Desa Liya secara umum telah melakukan budidaya rumput laut hingga saat ini dengan berbagai seluk beluk dinamika penjualan maupun pembibitan yang ada.

            Produk utama Desa Liya secara keseluruhan adalah jenis rumput laut Eucheuma cottoni dan Spinosum Sp. Dimana dikalangan masyarakat desa kedua jenis ini biasa disebut sebagai garangga molenggo  dan garangga fo’ou kira-kira sepeti itulah penyebutanan. Mungkin lebih jelasnya teman-teman pembaca atau investor bisa langgsung menuju Desa Liya untuk mendengarkan aksen pengucapan yang baik dari warga lokal. Oh ya, sebelum itu penulis perkenalkan nama Desa Liya yang telah disebutkan diawal. Sebagai salah satu Desa yang terletak di Pulau Wanci Kecamatan Wangi-wangi Selatan Kabupaten Wakatobi, Desa Liya secara keseluruhan terdiri dari 4 Desa yakni Desa Liya Togo (Desa wisata budaya warisan kesultanan buton), Desa Liya Bahari Indah (Kebun pembibitan rumput laut), Desa Liya Mawi (sentra pengelolaan mie rumput laut dan sejenisnya), serta Desa Liya Onemelangka (Inovasi budidaya rumput laut yang lebih ramah lingkungan) semua desa liya diatas merupakan satu kesatuan produsen rumput laut terbesar dengan membawa Brandig ‘’ Liya‘’ mejadikan kerukunan dan kerjasama yang erat antar desa dalam memenuhi kuota kebutuhan ekspor rumput laut.

            Pembudidayaan rumput laut di Desa Liya dilakukan oleh mayoritas penduduk desa dengan partisipasi aktif seluruh anggota keluarga. Dalam proses pembibitan rumput laut juga banyak meyerap tenaga kerja harian lepas sebagai mitra kerja untuk mengikat bibit rumput laut atau diisitilahkan dengan sebutan saifine dengan ganjaran upah dari pemilik rumput laut.

            Pengelolaan rumput laut sudah cukup lama dilakukan oleh masyarakat desa, setidaknya mereka telah memiliki keterampilan budidaya rumput laut yang cukup dengan penggalaman panjang maupun pelatihan intens yang dilakukan baik oleh pemerintah daerah maupun Lembaga Swadaya Masyrakat (LSM) yang ada dalam rangka penguatan sumber daya manusia. Sehingga kualitas rumput laut Desa Liya bisa bersaing dengan daerah lainya untuk kebutuhan regional perusahan pengespor dalam negeri.

            Produk rumput laut Desa Liya biasnya memiliki spersifikasi sebagai berikut :

Jenis Prodak                                              : Cattoni & Spinosum Sp

Kondisi                                                         : Kering 37-35%

Ukuran                                                          : Cattoni P = 20-30 Cm  L= 10-17 Cm

                                                                        : Spinosum Sp P=20-25 Cm L= 10-17cm

Speak Timbangan                                     : 80-90kg/Karung (Opsional)

Kapasitas Produksi                                  : Cattoni Sp 20-30 Ton/Bulan

                                                                        : Spinosim Sp 15-20 Ton/ Bulan

Kalender Musim                                        : Mulai Agustus-Desember.

            Dari sisi pemasaran rumput laut, masyarakat Desa Liya memasarkan hasil rumput laut kering mereka kepada beberapa pengusaha lokal yang akan diteruskan ke kota Bau-bau sebagai jalur trasit pemasaran rumput laut. Fasilitas penunjang pemasaran rumput laut sebenarnya telah tersedia seperti rumah pengeringan rumput laut yang ada di desa-desa pesisir laut, gudang dengan sistem resi gudang yang dibangun  oleh kementerian perindustrian dan perdangan, sistem tol laut yang disediakan pemerintah pusat untuk mengangkut komoditas unggulan daerah ke jawa yang hingga kini masih minim dimanfaatan.

            Saat ini dalam buku necara perdangan, produk rumput laut wakatobi cenderung masih dibawah dan lebih tinggi produsen kota Bau-bau atau Makassar padahal Kabupaten Wakatobi secara umum menjadi  salah satu yang berkontribusi aktif terhadap ketersediaan stok rumput laut Sulawesi Tenggara.           

Pemanfaatan Fasilitas?

Pemerintah dalam hal ini beberapa kementerian sedang gencar melakukan pendampingan atau dorangan kepada pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) untuk melakukan ekpor atau penjajakan pasar luar negeri. Tapi sayang fasilitas yang begitu lengkap disiapkan belum dapat dimanfaatkan dengan baik oleh khususnya pemerintah daerah sebagai penyambung kebijakan pemerintah pusat maupun masyarakat kita secara umum. Hal ini tentu menjadi kerugian tersendiri ditengah tingginya tren kenaikan permintaan rumput laut dunia, sebagai contoh permintaan pasar Amarika Latih yang belum terpenuhi hingga saat ini dan baru 20% kebutuhan konsumen yang terpenuhi, artinya masih ada 80% kebutuhan yang belum terpenuhi, belum lagi pasar Tiongkok yang terus mengalami peningkatan permintaaan, serta beberapa negara Anggota Asen seperti Vietman yang terus mencari  rumput laut indoenesia dengan kuota 3.000 Ton Perbulan dan Indonesia baru bisa memenuhi sekitar 400 Ton Pebulan.

            Hal diatas sangatlah disayangkan jika tidak mampu dipenuhi dengan baik dan maksimal. Pemanfaatan pasar ekspor menjadi tren diakalang pengusaha muda atau treder (istiah untuk pedagang ekspor). Harapan satu desa satu eksporter menjadi cita-cita yang masih di perjuangkan. Naumun hal itu ternayata telah menadapat dukungn dari LPEI sebagai lembaga pembiayaan ekspor dengan mencanangkan Desa Devisa di beberapa provinsi potensial. Porgram Desa Devisa merupakan program pendampingan yang diinisasi oleh LPEI berbasis Community Development. Hal ini bertujuan untuk peningkatan kapasitas masyarakat, peningakatan kesejahteraan, serta pengembangan komoditas unggulan desa. Adapun upaya yang dapat diberikan melalui pengembangan desa devisa yakni pelatihan, bantuan sarana produksi, informasi dan yang paling penting adalah akses pasar dan lain sebagainya.

            Fasiltas Akses pemasaran ekspor tidak hanya ada di LPEI namun beberap lembaga pemerintah juga seperti Kementerian Koperasi dan UKM, Bea Cukai dan sebagaiya. Semuanya memiliki akses pasar yang relevan dengan potensi yang ada didaerah. Terkait Desa Devisa akan menajdi  suatu gebrakan tersendiri apabila beberapa pemimpin bisa mewujudkanya dengan target pemberdayaan masyarakat serta pelepasan ekspor perdana produk unggulan masyarakat Desa dalam hal ini Desa Liya secara keseluruhan sebagai pilot project.

 

Hormat Penulis

 

Muh. Syahwan Ode       

            

Comments

Popular posts from this blog

TEORI ADMINISTRASI PUBLIK

TEORI PENDEKATAN FENOMENALOGI ALFRED SCHUZT (1899-1959)

''Tambang Laut'' Potensi Maritim Wakatobi Yang Tertidur